PENGGUNAAN GAYA BAHASA
DALAM PENULISAN KARYA SASTRA
Oleh :
Nama :
Icha Bellyna Putri
NIM :
061530330277
Kelas :
1.TB
Dosen Pengampu : Edi
Suryadi, M.Pd
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI D-3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
Jalan Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 30319 Telepon :
+62711353414
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahasa dan karya sastra adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Bahasa adalah suatu alat komunikasi baik lisan, non lisan ataupun tertulis yang
digunakan sebagai sarana komunikasi dan berinteraksi. Karya sastra adalah hasil
karya manusia baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media
pengantar yang memiliki nilai estetika yang dominan. Melalui karya sastra
pengarang berusaha menuangkan segala imajinasi yang ada melalui kata-kata
yang memiliki nilai keindahan.
Salah satu cara untuk mendapatkan efek estetik (keindahan) dalam
penggunaan gaya bahasa pada suatu karya sastra yaitu dengan unsur retorika.
Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan
pada suatu pengetahuan yang tersusun baik dan kedua pengetahuan mengenai objek
tersebut yang akan disampaikan dengan bahasa tadi (Keraf, 1988 : 1). Pengunaan
retorika berkaitan dengan semua penggunaan unsur bahasa kiasan dan pemanfaatan
bentuk citraan.
Dalam suatu karya sastra, pengarang biasanya memiliki gaya bahasa tersendiri
dalam setiap karyanya. Gaya bahasa yang digunakan penulis biasanya bergantung
kepada pengalaman, ilmu dan kemahiran berbahasa yang dimiliki oleh setiap
individu. Gaya bahasa inilah yang menjadikan sebuah karya sastra bermutu
tinggi di mata pembaca.
Terdapat unsur-unsur sendi gaya bahasa pada suatu karya sastra yang
merupakan syarat penilaian baik atau buruknya suatu karya sastra tersebut.
Ragam gaya bahasa yang terdapat dalam suatu karya sastra juga menjadi nilai
tambah bagi suatu karya sastra.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan gaya
bahasa?
2.
Bagaimana unsur-unsur sendi gaya
bahasa dapat mempengaruhi penilaian suatu karya sastra?
3.
Bagaimana penggunaan ragam gaya
bahasa yang ada pada suatu karya sastra?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini untuk mengetahui :
1.
Pengertian gaya bahasa
2.
Unsur-unsur sendi gaya bahasa dapat
mempengaruhi penilaian suatu karya sastra
3.
Ragam gaya bahasa yang ada pada
suatu karya sastra.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat penullisan makalah ini untuk :
1. Meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam memberikan penilaian pada suatu karya sastra berdasarkan unsur-unsur
sendi gaya bahasa.
2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam menggunakan ragam gaya bahasa dalam penulisan karya sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Gaya Bahasa
Menurut Keraf (1988 : 112-113)
gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style.
Kata style diturunkan dari kata Latin yaitu stilus, yaitu semacam alat untuk
menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi
jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan
dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan
kata-kata secara indah.
Karena perkembangan itu gaya bahasa meliputi semua yang berhubungan
dengan kebahasaan. Walaupun style berasal dari bahasa Latin, orang
Yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu.
Ada dua aliran yang terkenal, yaitu :
(a) Platonik : menganggap style sebagai
kualitas suatu ungkapan; menurut mereka
ada ungkapan yang memiliki style, ada yang tidak memiliki style.
(b) Aristoteles :
menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada dalam setiap
ungkapan.
Tarigan
(1985:5) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan
untuk meningkatkan efek pembicaraan dengan jalan memperbandingkan sesuatu benda
atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.
Gaya bahasa adalah
bahasa yang indah yang dipergunakan untuk meningkatkab efek dengan jalan
memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan
benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan gaya bahasa
tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu Dale[et al]
(dikutip Tarigan, 1986 : 5).
Dari pendapat para
ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah bahasa yang indah dan
biasanya digunakan dalam suatu karya sastra dengan meningkatkan efek
pembicaraan dan memperbanding suatu hal dengan hal lain yang menimbulkan
konoyasi tertentu dengan tujuan untuk menambah nilai estetik (keindahan) dari
suatu karya sastra.
2.2.
Gaya Bahasa
dalam Karya Sastra
Karya sastra adalah hasil karya manusia baik lisan maupun tulisan
yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar yang memiliki nilai estetika
yang dominan. Melalui karya sastra pengarang berusaha menuangkan
segala imajinasi yang ada melalui kata-kata yang memiliki nilai keindahan.
Salah satu cara untuk mendapatkan efek estetik (keindahan) dalam
penggunaan gaya bahasa pada suatu karya sastra yaitu dengan unsur retorika.
Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan
pada suatu pengetahuan yang tersusun baik dan kedua pengetahuan mengenai objek
tersebut yang akan disampaikan dengan bahasa tadi (Keraf, 1988 : 1). Pengunaan
retorika berkaitan dengan semua penggunaan unsur bahasa kiasan dan pemanfaatan
bentuk citraan.
Gaya bahasa yang ada di dalam karya sastra secara tidak langsung
memberikan efek yang sangat besar. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan
pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya bahasa
dalam suatu karya sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi
pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan
latar sosial dan kehidupan di mana bahasa itu digunakan.
Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan kemampuan
pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula penilaian
terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang terekam dalam
karya yang dihaslkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang mempunyai gayanya
masing-masing. Ada banyak contoh karya
sastra yang menggunakan gaya bahasa dalam penulisannya seperti puisi, cerpen,
novel, sajak dan masih banyak lagi.
2.3.
Sendi Gaya
Bahasa
Sendi gaya bahasa adalah syarat-syarat mutlak yang ada dalam sebuah
karya sastra yang menjadi unsur penilaian baik atau buruknya suatu karya sastra
yang penulis buat. Syarat-syarat manakah yang diperlukan untuk membedakan suatu
gaya bahasa Indonesia yang baik dari gaya bahasa yang buruk? Sebuah gaya bahasa
yang baik harus mengandung tiga unsur: kejujuran, sopan-santun, dan menarik.
a.)
Kejujuran
Hidup manusia hanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi
sesamanya, kalau hidup itu dilandaskan pada sendi-sendi kejujuran. Kejujuran
adalah pengorbanan, karena kadang-kadang ia meminta kita melaksanakan sesuatu
yang tidak menyenangkan diri kita sendiri. Namun tidak ada jalan lain bagi
mereka yang ingin jujur dan bertindak jujur. Bila orang hanya mencari
kesenangan dengan mengabaikan segi kejujuran, maka akan timbullah hal-hal yang
menjijikan.
Kejujuran dalam bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan,
kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tidak terarah,
serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit, adalah jalan untuk mengundang
ketidakjujuran. Pembicara atau penulis tidak menyampaikan isi
pikirannya secara terus terang; ia seolah-olah menyembunyikan pikirannya itu di
balik rangkaian kata-kata yang kabur dan jaringan kalimat yang berbelit-belit
tak menentu. Ia hanya mengelabui pendengar atau pembaca dengan mempergunakan
kata-kata yang kabur dan “hebat” hanya agar bisa tampak lebih intelek atau
lebih dalam pengetahuannya. Di pihak
lain, pemakaian bahasa Indonesia yang berbelit-belit menandakan bahwa pembicara
atau penulis tidak tahu apa yang dikatakannya. Ia mencoba menyembunyikan
kekurangannya di balik berondongan kata-kata hampa.
Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu, ia
harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.
b.)
Sopan-santun
Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan atau
menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa
hormat di sini tidak berarti memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan
melalui kata-kata, atau mempergunakan
kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam pergaulan masyarakat
beradab. Bukan itu! Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui
kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca
atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau
dikatakan. Dismaping itu, pembaca atau pendengar tidak perlu membuang-buang
waktu untuk mendengar ataujmembaca sesuatu secara panjang lebar, kalau hal itu
bisa diungkapkan dalam beberapa rangkaian kata. Kejelasan dengan demikian akan
diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu :
1.
Kejelasan dalam struktur gramatikal
kata dan kalimat;
2.
Kejelasan dalam korespodensi dengan
fakta yang diungkapkan melalui kata-kata atau kalimat tadi;
3.
Kejelasan dalam pengurutan ide
secara logis;
4.
Kejelasan dalam menggunakan kiasan
dan perbandingan.
Kesingkatan sering jauh lebih efektif daripada jalinan kalimat yang
berliku-liku. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan
kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang bersinonim
secara longgar, menghindari tautologi, atau meniadakan repetisi yang tidak
perlu.
Di antara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan-santun,
syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.
c.)
Menarik
Kejujuran, kejelasan, serta kesingkatan harus merupakan langkah
dasar dan langkah awal. Bila seluruh gaya bahasa hanya mengandalkan kedua (atau
ketiga) kaidah tersebut di atas, maka bahasa yang digunakan masih terasa tawar,
tidak menarik. Sebab itu, sebuah gaya bahasa harus pula menarik. Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa
komponen: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup atau
vitalitas, penuh daya khayal (imajinasi).
Penggunaan variasi akan menghindari monotoni dalam nada, struktur,
dan piliham kata. Untuk itu, seorang penulis harus memiliki kekayaan dalam kosa
kata, memiliki kemauan untuk mengubah panjang-pendeknya kalimat, dan
struktur-struktur morfologis. Humor yang sehat berarti: gaya bahasa itu mengandung
tenaga untuk menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan daya khayal
adalah pembawaan yang berangsur-angsur dikembangkan melalui pendidikan,
latihan, dan pengalaman (Keraf, 1988 : 113-115).
2.4.
Ragam Gaya
Bahasa
Ada sekitar 60 buah gaya bahasa yang akan termasuk ke dalam empat
kelompok tersebut di atas ; masing-masing dengan urutan :
1.
Gaya bahasa perbandingan
2.
Gaya bahasa pertentangan
3.
Gaya bahasa pertautan
4.
Gaya bahasa perulangan (Tarigan,
1986 : 5)
Berikut adalah penguraiannya :
1. Gaya bahasa perbandingan
a.
Metafora
Penggunaan perbandingan langsung dalam mengungkapkan perasaan
penulis. Benda yang dibandingkan biasanya memiliki persamaan sifat.
Contoh :
-
Dewi malam telah keluar dari
peraduannya. (dewi malam menggantikan bulan).
-
Demi menghidupi keluarganya, ia rela
memeras otak dan membanting tulang. (memeras otak berarti berpikir keras,
membanting tulang berarti bekerja keras).
b.
Personifikasi
Gaya pengorangan,menganggap benda mati atau tak bergerak dilukiskan
seperti manusia.
Contoh :
-
Karena terdesak, pisau pun ikut
bicara.
-
Bulan mengintip dibalik awan,
sementara angin semilir membelai rambutku.
c.
Asosiasi
Gaya bahasa ini memberikan perbandingan terhadap benda yang sudah
disebutkan. Perbandingan ini memberikan gambaran sehingga hal yang disebutkan
menjadi lebih jelas.
Contoh :
-
Mukanya pucat bagai bulan kesiangan.
-
Suaranya merdu bagai bulu perindu.
d.
Alegori
Penggunaan perbandingan secara utuh, biasanya berupa kiasan.
Contoh :
-
“…Aduhai bunga melati. Putih
berseri. Ingin kusentuh kelopakmu. Semerbak wangimu kurindu. Mahkotamu menjulai
lunglai permai. Tidurku selimutkan mimpi atasmu…”
e.
Simbolik
Gaya yang menggunakan bahasa tertentu sebagai symbol atau lambang.
Contoh :
-
Melati lambing kesucian.
-
Bunglon lambing bagi orang yang
tidak tetap pendiriannya.
f.
Metonimia
Penggunaan ungkapan sebagai pengganti nama atau keadaan yang
sebenarnya.
Contoh ;
-
Ia tengah menyasikan film Si
Pincang.
-
Si Belang datang
g.
Litotes
Penggunaan ungkapan yang berlawanan dengan keadaan sebenarnya
dengan maksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
-
Bila ada waktu mampirlah ke gubuk
kami.
-
Usaha kami ini hanya setitik kecil
dari samudra yang luas.
h.
Sinekdoke
Penggunaan gaya dengan cara menyebutkan bagian atau keseluruhan.
Gaya ini dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a.
Pars pro toto
Penggunaan bagian suatu benda atau
keadaan sedangkan yang dimaksud adalah keseluruhan. Contoh : Hamdan memelihara
dua puluh ekor lembu.
b.
Totem proparte
Gaya bahasa yang terjadi oleh sebab
menyebutkan keseluruhan benda, sedangkan yang diaksud adalah sebagian. Contoh :
Rakyat Indonesia bahu-membahu melawan Belanda, Pati merebut piala bergilir
Gubernur Jawa Tengah dalam perlombaan itu.
i.
Eufemisme
Gaya bahasa pelembut, dengan maksud untuk berlaku sopan.
Contoh :
-
Amin tidak naik kelas karena kurang
pandai (bodoh)
-
Kami mohon izin ke belakang sebentar
j.
Hiperbola
Penggunaan ungkapan dengan cara yang berlebihan.
Contoh :
-
Suaranya menggelegar membelah
angkasa.
-
Kenaikan harga BBM mencekik leher.
k.
Parifrasis
Penggunaan sepatah kata pengganti dengan serangkaian kata yang
mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan itu.
Contoh :
-
Pagi-pagi berangkatlah kami.
-
Kalimat ini diganti : ketika sang
surya keluar dari peraduannya, berangkatlah kami.
-
Kereta api berlari terus.
-
Kalimat ini diganti : kuda besi itu
berlari terus
2. Gaya Bahasa
Pertentangan
a.
Ironi
Ialah salah satu majas sindiran yang dikatakan sebaliknya dari apa
yang sebenarnya dengan maksud menyindir orang dan diungkapkan secara halus.
Contoh :
-
Hambur-hamburkan terus uangmu itu
agar bias menjadi jutawan.
-
Kota Bandung sangatlah indah dengan
sampah-sampahnya.
b.
Sinisme
Gaya bahasa sindiran yang lebih kasar dari gaya ironi.
Contoh :
-
Otakmu otak udang.
-
Harum benar bau badanmu, ya?
c. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang terkasar dimana memaki orang dengan kata-kata
kasar dan tak sopan.
Contoh:
-
Soal semudah ini saja tidak bisa
dikerjakan. Goblok kau!
3. Gaya Bahasa
Penegasan atau Pertautan
a.
Pleonasme
Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau
menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Contoh :
-
Dia turun ke bawah => Dia turun
-
Dia naik ke atas => Dia naik
b.
Paralelisme
Pengulangan kata-kata untuk menegaskan yang terdapat pada puisi.
Bila kata yang diulang pada awal kalimat dinamakan anaphora, dan jika terdapat
pada akhir kalimat dinamakan evipora.
Contoh :
Kau berkertas putih
Kau bertinta hitam
Kau beratus halaman
Kau bersampul rapi.
Kalau kau mau aku akan datang
Jika kau menginginkan aku akan datang
Bila kau minta aku akan datang
Andai kau ingin aku akan datang
c.
Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan sisipan di tengah-tengah
kalimat pokok, denagn maksud untuk menjelaskan sesuatu dalam kalimat tersebut.
Contoh:
-
Tiba-tiba Ia-kekasih itu- direbut
oleh perempuan lain.
d.
Retoris
Gaya bahasa penegasan ini mempergunakan kalimat Tanya-tak-bertanya.
Sering menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek.
Contoh:
-
Mana mungkin orang mati hidup lagi?!
-
Inikah yang kau namai bekerja?!
e.
Koreksio
Dipakai untuk membetulkan kembali apa yang salah diucapkan baik
yang disengaja maupun tidak.
Contoh:
-
Dia adikku! Eh, bukan, dia kakakku!
-
Gedung Sate berada di Kota Jakarta.
Eh, bukan, Gedung Sate berada di Kota Bandung.
f.
Asimdeton
Beberapa hal keadaan atau benda disebutkan berturut-turut tanpa
menggunakan kata penghubung.
Contoh:
-
Meja, kursi, lemari ditangkubkan
dalam kamar itu.
4. Gaya Bahasa Pertentangan
a.
Paradoks
Majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan.
Contoh:
-
Gajinya besar, tapi hidupnya
melarat.
-
Artinya, uang cukup, tetapi jiwanya
menderita.
b. Antitesis
Majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang berlawanan
arti.
Contoh:
-
Tua muda, besar kecil, semuanya
hadir di tempat itu.
c. Kontradiksio Interminis
Yaitu majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan
apa yang sudahdikatakan semula. Apa yang sudah dikatakan, disangkal lagi oleh
ucapan kemudian.
Contoh:
-
Semuanya sudah hadir, kecuali Si
Amir.
-
Kalau masih ada yang belum hadir,
mengapa dikatakan “semua” sudah hadir.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gaya bahasa ialah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu,
keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulissastra dan cara khas dalam
menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis pada hakikatnya adalah cara
menggunakan bahasa yang setepat-tepatnya untuk melukiskan perasaan dan
pikiran penulis yang berbeda dari corak bahasa sehari-hari dan bersifat
subyektif. Majas dibagi menjadi 4 kelompok yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya
bahasa sindiran, gaya bahasa penegasan dan gaya bahasa pertentangan.
Gaya bahasa perbandingan meliputi : metafora, personifikasi, asosiasi, alegori,
simbolik, metonimia, litotes, sinekdoke (pars pro toto dan totem proparte),
eufemisme, hiperbola, parifrasis. Sedangkan gaya bahasa sindiran meliputi
: ironi, sinisme,dan sarkasme. Gaya bahasa penegasan meliputi :
pleonasme, paralelisme, interupsi, retoris, koreksio, asimdeton. Gaya
bahasa pertentangan meliputi : paradoks, antitesis, dan kontradiksio
interminis.
3.2. Saran
Gaya bahasa dipakai pengarang hendak memberi bentuk terhadap apa
yang ingin disampaikan. Dengan gaya bahasa tertentu pula seorang pengarang
dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta dengan
itu pula ia menyentuh hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari
dalam batin seorang pengarang maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang
pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap atau karakteristik
pengarang tersebut
Daftar Pustaka
Trarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran
Gaya Bahasa. Bandung : Angkasa
Bandung
Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT.
Gramedia
Khoir, Mazidatul. 2012. Gaya Bahasa dalam Karya Sastra. Tersedia
https://mazidatulkhoir.wordpress.com/2012/10/07/gaya-bahasa-dalam-karya-sastra/.
Diunduh pada tanggal 8 Desember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar