18 Desember 2016

MAKALAH PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM PENULISAN KARYA SASTRA

PENGGUNAAN GAYA BAHASA
DALAM PENULISAN KARYA SASTRA

Oleh :
Nama                           : Icha Bellyna Putri
NIM                            : 061530330277
Kelas                           : 1.TB
Dosen Pengampu         : Edi Suryadi, M.Pd




JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM STUDI D-3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
Jalan Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 30319 Telepon : +62711353414
Fax : +62711355918 Web : http://www.polsri.ac.id atau www.polisriwijaya.ac.id



BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
Bahasa dan karya sastra adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa adalah suatu alat komunikasi baik lisan, non lisan ataupun tertulis yang digunakan sebagai sarana komunikasi dan berinteraksi. Karya sastra adalah hasil karya manusia baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar yang memiliki nilai estetika yang dominan. Melalui karya sastra pengarang berusaha menuangkan segala imajinasi yang ada melalui kata-kata yang memiliki nilai keindahan.
Salah satu cara untuk mendapatkan efek estetik (keindahan) dalam penggunaan gaya bahasa pada suatu karya sastra yaitu dengan unsur retorika. Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik dan kedua pengetahuan mengenai objek tersebut yang akan disampaikan dengan bahasa tadi (Keraf, 1988 : 1). Pengunaan retorika berkaitan dengan semua penggunaan unsur bahasa kiasan dan pemanfaatan bentuk citraan.
Dalam suatu karya sastra, pengarang biasanya memiliki gaya bahasa tersendiri dalam setiap karyanya. Gaya bahasa yang digunakan penulis biasanya bergantung kepada pengalaman, ilmu dan kemahiran berbahasa yang dimiliki oleh setiap individu. Gaya bahasa inilah yang menjadikan sebuah karya sastra bermutu tinggi di mata pembaca.
Terdapat unsur-unsur sendi gaya bahasa pada suatu karya sastra yang merupakan syarat penilaian baik atau buruknya suatu karya sastra tersebut. Ragam gaya bahasa yang terdapat dalam suatu karya sastra juga menjadi nilai tambah bagi suatu karya sastra.

1.2. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan gaya bahasa?
2.      Bagaimana unsur-unsur sendi gaya bahasa dapat mempengaruhi penilaian suatu karya sastra?
3.      Bagaimana penggunaan ragam gaya bahasa yang ada pada suatu karya sastra?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini untuk mengetahui :
1.      Pengertian gaya bahasa
2.      Unsur-unsur sendi gaya bahasa dapat mempengaruhi penilaian suatu karya sastra
3.      Ragam gaya bahasa yang ada pada suatu karya sastra.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat penullisan makalah ini untuk :
1.  Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memberikan penilaian pada suatu karya sastra berdasarkan unsur-unsur sendi gaya bahasa.
2.    Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menggunakan ragam gaya bahasa dalam penulisan karya sastra.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   Pengertian Gaya Bahasa
Menurut Keraf (1988 : 112-113)  gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin yaitu stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah.
Karena perkembangan itu gaya bahasa meliputi semua yang berhubungan dengan kebahasaan. Walaupun style berasal dari bahasa Latin, orang Yunani sudah mengembangkan sendiri teori-teori mengenai style itu. Ada dua aliran yang terkenal, yaitu :
(a)   Platonik     : menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan;  menurut mereka ada ungkapan yang memiliki style, ada yang tidak memiliki style.
(b)   Aristoteles : menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada dalam setiap ungkapan.
            Tarigan (1985:5) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek pembicaraan dengan jalan memperbandingkan sesuatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.
            Gaya bahasa adalah bahasa yang indah yang dipergunakan untuk meningkatkab efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu Dale[et al] (dikutip Tarigan, 1986 : 5).
            Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah bahasa yang indah dan biasanya digunakan dalam suatu karya sastra dengan meningkatkan efek pembicaraan dan memperbanding suatu hal dengan hal lain yang menimbulkan konoyasi tertentu dengan tujuan untuk menambah nilai estetik (keindahan) dari suatu karya sastra.

2.2.  Gaya Bahasa dalam Karya Sastra
Karya sastra adalah hasil karya manusia baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar yang memiliki nilai estetika yang dominan. Melalui karya sastra pengarang berusaha menuangkan segala imajinasi yang ada melalui kata-kata yang memiliki nilai keindahan.
Salah satu cara untuk mendapatkan efek estetik (keindahan) dalam penggunaan gaya bahasa pada suatu karya sastra yaitu dengan unsur retorika. Retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik dan kedua pengetahuan mengenai objek tersebut yang akan disampaikan dengan bahasa tadi (Keraf, 1988 : 1). Pengunaan retorika berkaitan dengan semua penggunaan unsur bahasa kiasan dan pemanfaatan bentuk citraan.
Gaya bahasa yang ada di dalam karya sastra secara tidak langsung memberikan efek yang sangat besar. Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya bahasa dalam suatu karya sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa itu digunakan.

Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan kemampuan pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula penilaian terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang terekam dalam karya yang dihaslkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang mempunyai gayanya masing-masing.  Ada banyak contoh karya sastra yang menggunakan gaya bahasa dalam penulisannya seperti puisi, cerpen, novel, sajak dan masih banyak lagi.


2.3.  Sendi Gaya Bahasa
Sendi gaya bahasa adalah syarat-syarat mutlak yang ada dalam sebuah karya sastra yang menjadi unsur penilaian baik atau buruknya suatu karya sastra yang penulis buat. Syarat-syarat manakah yang diperlukan untuk membedakan suatu gaya bahasa Indonesia yang baik dari gaya bahasa yang buruk? Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur: kejujuran, sopan-santun, dan menarik. 

a.)      Kejujuran
Hidup manusia hanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi sesamanya, kalau hidup itu dilandaskan pada sendi-sendi kejujuran. Kejujuran adalah pengorbanan, karena kadang-kadang ia meminta kita melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita sendiri. Namun tidak ada jalan lain bagi mereka yang ingin jujur dan bertindak jujur. Bila orang hanya mencari kesenangan dengan mengabaikan segi kejujuran, maka akan timbullah hal-hal yang menjijikan.
Kejujuran dalam bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Pemakaian kata-kata yang kabur dan tidak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit, adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran. Pembicara atau penulis tidak menyampaikan isi pikirannya secara terus terang; ia seolah-olah menyembunyikan pikirannya itu di balik rangkaian kata-kata yang kabur dan jaringan kalimat yang berbelit-belit tak menentu. Ia hanya mengelabui pendengar atau pembaca dengan mempergunakan kata-kata yang kabur dan “hebat” hanya agar bisa tampak lebih intelek atau lebih dalam pengetahuannya.  Di pihak lain, pemakaian bahasa Indonesia yang berbelit-belit menandakan bahwa pembicara atau penulis tidak tahu apa yang dikatakannya. Ia mencoba menyembunyikan kekurangannya di balik berondongan kata-kata hampa.
Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu, ia harus digunakan pula secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.

b.)      Sopan-santun
Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat di sini tidak berarti memberikan penghargaan atau menciptakan kenikmatan  melalui kata-kata, atau mempergunakan kata-kata yang manis sesuai dengan basa-basi dalam pergaulan masyarakat beradab. Bukan itu! Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan.
Menyampaikan sesuatu secara jelas berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan. Dismaping itu, pembaca atau pendengar tidak perlu membuang-buang waktu untuk mendengar ataujmembaca sesuatu secara panjang lebar, kalau hal itu bisa diungkapkan dalam beberapa rangkaian kata. Kejelasan dengan demikian akan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu :
1.      Kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;
2.      Kejelasan dalam korespodensi dengan fakta yang diungkapkan melalui kata-kata atau kalimat tadi;
3.      Kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;
4.      Kejelasan dalam menggunakan kiasan dan perbandingan. 
Kesingkatan sering jauh lebih efektif daripada jalinan kalimat yang berliku-liku. Kesingkatan dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih yang bersinonim secara longgar, menghindari tautologi, atau meniadakan repetisi yang tidak perlu.
Di antara kejelasan dan kesingkatan sebagai ukuran sopan-santun, syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.

c.)      Menarik
Kejujuran, kejelasan, serta kesingkatan harus merupakan langkah dasar dan langkah awal. Bila seluruh gaya bahasa hanya mengandalkan kedua (atau ketiga) kaidah tersebut di atas, maka bahasa yang digunakan masih terasa tawar, tidak menarik. Sebab itu, sebuah gaya bahasa harus pula menarik. Sebuah gaya  yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup atau vitalitas, penuh daya khayal (imajinasi).
Penggunaan variasi akan menghindari monotoni dalam nada, struktur, dan piliham kata. Untuk itu, seorang penulis harus memiliki kekayaan dalam kosa kata, memiliki kemauan untuk mengubah panjang-pendeknya kalimat, dan struktur-struktur morfologis. Humor yang sehat berarti: gaya bahasa itu mengandung tenaga untuk menciptakan rasa gembira dan nikmat. Vitalitas dan daya khayal adalah pembawaan yang berangsur-angsur dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman (Keraf, 1988 : 113-115).


2.4.  Ragam Gaya Bahasa
Ada sekitar 60 buah gaya bahasa yang akan termasuk ke dalam empat kelompok tersebut di atas ; masing-masing dengan urutan :
1.      Gaya bahasa perbandingan
2.      Gaya bahasa pertentangan
3.      Gaya bahasa pertautan
4.      Gaya bahasa perulangan (Tarigan, 1986 : 5)

Berikut adalah penguraiannya :

1. Gaya bahasa perbandingan

a.         Metafora
Penggunaan perbandingan langsung dalam mengungkapkan perasaan penulis. Benda yang dibandingkan biasanya memiliki persamaan sifat.
Contoh :
-          Dewi malam telah keluar dari peraduannya. (dewi malam menggantikan bulan).
-          Demi menghidupi keluarganya, ia rela memeras otak dan membanting tulang. (memeras otak berarti berpikir keras, membanting tulang berarti bekerja keras).

b.       Personifikasi
Gaya pengorangan,menganggap benda mati atau tak bergerak dilukiskan seperti manusia.
Contoh :
-          Karena terdesak, pisau pun ikut bicara.
-          Bulan mengintip dibalik awan, sementara angin semilir membelai rambutku.

c.       Asosiasi
Gaya bahasa ini memberikan perbandingan terhadap benda yang sudah disebutkan. Perbandingan ini memberikan gambaran sehingga hal yang disebutkan menjadi lebih jelas.
Contoh :
-          Mukanya pucat bagai bulan kesiangan.
-          Suaranya merdu bagai bulu perindu.

d.      Alegori
Penggunaan perbandingan secara utuh, biasanya berupa kiasan.
Contoh :
-          “…Aduhai bunga melati. Putih berseri. Ingin kusentuh kelopakmu. Semerbak wangimu kurindu. Mahkotamu menjulai lunglai permai. Tidurku selimutkan mimpi atasmu…”

e.          Simbolik
Gaya yang menggunakan bahasa tertentu sebagai symbol atau lambang.
Contoh :
-          Melati lambing kesucian.
-          Bunglon lambing bagi orang yang tidak tetap pendiriannya.

f.          Metonimia
Penggunaan ungkapan sebagai pengganti nama atau keadaan yang sebenarnya.
Contoh ;
-          Ia tengah menyasikan film Si Pincang.
-          Si Belang datang

g.        Litotes
Penggunaan ungkapan yang berlawanan dengan keadaan sebenarnya dengan maksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
-          Bila ada waktu mampirlah ke gubuk kami.
-          Usaha kami ini hanya setitik kecil dari samudra yang luas.

h.        Sinekdoke
Penggunaan gaya dengan cara menyebutkan bagian atau keseluruhan. Gaya ini dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a.       Pars pro toto
Penggunaan bagian suatu benda atau keadaan sedangkan yang dimaksud adalah keseluruhan. Contoh : Hamdan memelihara dua puluh ekor lembu.
b.      Totem proparte
Gaya bahasa yang terjadi oleh sebab menyebutkan keseluruhan benda, sedangkan yang diaksud adalah sebagian. Contoh : Rakyat Indonesia bahu-membahu melawan Belanda, Pati merebut piala bergilir Gubernur Jawa Tengah dalam perlombaan itu.

i.        Eufemisme
Gaya bahasa pelembut, dengan maksud untuk berlaku sopan.
Contoh :
-          Amin tidak naik kelas karena kurang pandai (bodoh)
-          Kami mohon izin ke belakang sebentar

j.        Hiperbola
Penggunaan ungkapan dengan cara yang berlebihan.
Contoh :
-          Suaranya menggelegar membelah angkasa.
-          Kenaikan harga BBM mencekik leher.

k.        Parifrasis
Penggunaan sepatah kata pengganti dengan serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan itu.
Contoh :
-          Pagi-pagi berangkatlah kami.
-          Kalimat ini diganti : ketika sang surya keluar dari peraduannya, berangkatlah kami.
-          Kereta api berlari terus.
-          Kalimat ini diganti : kuda besi itu berlari terus


2.        Gaya Bahasa Pertentangan

a.         Ironi
Ialah salah satu majas sindiran yang dikatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan maksud menyindir orang dan diungkapkan secara halus.
Contoh :
-          Hambur-hamburkan terus uangmu itu agar bias menjadi jutawan.
-          Kota Bandung sangatlah indah dengan sampah-sampahnya.

b.      Sinisme
Gaya bahasa sindiran yang lebih kasar dari gaya ironi.
Contoh :
-          Otakmu otak udang.
-          Harum benar bau badanmu, ya?

c.    Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang terkasar dimana memaki orang dengan kata-kata kasar dan tak sopan.
Contoh:
-          Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!

3.        Gaya Bahasa Penegasan atau Pertautan
a.         Pleonasme
Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Contoh :
-          Dia turun ke bawah     => Dia turun
-          Dia naik ke atas          => Dia naik

b.        Paralelisme
Pengulangan kata-kata untuk menegaskan yang terdapat pada puisi. Bila kata yang diulang pada awal kalimat dinamakan anaphora, dan jika terdapat pada akhir kalimat dinamakan evipora.

Contoh :
Kau berkertas putih
Kau bertinta hitam
Kau beratus halaman
Kau bersampul rapi.
Kalau kau mau aku akan datang
Jika kau menginginkan aku akan datang
Bila kau minta aku akan datang
Andai kau ingin aku akan datang

c.       Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan sisipan di tengah-tengah kalimat pokok, denagn maksud untuk menjelaskan sesuatu dalam kalimat tersebut.
Contoh:
-          Tiba-tiba Ia-kekasih itu- direbut oleh perempuan lain.

d.      Retoris
Gaya bahasa penegasan ini mempergunakan kalimat Tanya-tak-bertanya. Sering menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek.
Contoh:
-          Mana mungkin orang mati hidup lagi?!
-          Inikah yang kau namai bekerja?!

e.       Koreksio
Dipakai untuk membetulkan kembali apa yang salah diucapkan baik yang disengaja maupun tidak.
Contoh:
-          Dia adikku! Eh, bukan, dia kakakku!
-          Gedung Sate berada di Kota Jakarta. Eh, bukan, Gedung Sate berada di Kota Bandung.

f.        Asimdeton
Beberapa hal keadaan atau benda disebutkan berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh:
-          Meja, kursi, lemari ditangkubkan dalam kamar itu.


4.      Gaya Bahasa Pertentangan

a.       Paradoks
Majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan.
Contoh:
-          Gajinya besar, tapi hidupnya melarat.
-          Artinya, uang cukup, tetapi jiwanya menderita.

b.      Antitesis
Majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang berlawanan arti.
Contoh:
-          Tua muda, besar kecil, semuanya hadir di tempat itu.

c.       Kontradiksio Interminis
Yaitu majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sudahdikatakan semula. Apa yang sudah dikatakan, disangkal lagi oleh ucapan kemudian.
Contoh:
-          Semuanya sudah hadir, kecuali Si Amir.
-          Kalau masih ada yang belum hadir, mengapa dikatakan “semua” sudah hadir.



BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gaya bahasa ialah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulissastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis pada hakikatnya adalah cara menggunakan  bahasa yang setepat-tepatnya untuk melukiskan perasaan dan pikiran penulis yang berbeda dari corak bahasa sehari-hari dan bersifat subyektif. Majas dibagi menjadi 4 kelompok yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa sindiran, gaya bahasa penegasan dan gaya bahasa pertentangan.
Gaya bahasa perbandingan meliputi : metafora, personifikasi, asosiasi, alegori, simbolik, metonimia, litotes, sinekdoke (pars pro toto dan totem proparte), eufemisme, hiperbola, parifrasis. Sedangkan gaya bahasa sindiran meliputi : ironi, sinisme,dan sarkasme. Gaya bahasa penegasan meliputi : pleonasme, paralelisme, interupsi, retoris, koreksio, asimdeton. Gaya bahasa pertentangan meliputi : paradoks, antitesis, dan kontradiksio interminis.

3.2. Saran
Gaya bahasa dipakai pengarang hendak memberi bentuk terhadap apa yang ingin disampaikan. Dengan gaya bahasa tertentu pula seorang pengarang dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta dengan itu pula ia menyentuh hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari dalam batin seorang pengarang maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap atau karakteristik pengarang tersebut



Daftar Pustaka

Trarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung : Angkasa   Bandung
Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : PT. Gramedia

Khoir, Mazidatul. 2012. Gaya Bahasa dalam Karya Sastra. Tersedia https://mazidatulkhoir.wordpress.com/2012/10/07/gaya-bahasa-dalam-karya-sastra/. Diunduh pada tanggal 8 Desember

Tidak ada komentar:

Posting Komentar