23 Desember 2016

TARI TANGGAI




A.   Definisi Tari Tanggai
Selain Tari Gending Sriwijaya, Sumatera Selatan juga memiliki tarian lain yang biasa digunakan untuk menyambut tamu yaitu Tari Tanggai. Seperti pada Tari Gending Sriwijaya, tarian ini dibawakan ketika menyambut tamu-tamu kehormatan atau dipentaskan dalam acara hajatan pernikahan. Tari ini dipentaskan oleh lima orang penari. Penari-penari tersebut mengenakan pakaikan khas daerah Sumatera Selatan seperti dodot, songket, kalung, pending, rampai atau kembang urat, sanggul malang, kembang goyang, tajuk cempako, dan tanggai berbentuk kuku. Tanggai yang digunakan dalam tarian ini terbuat dari bahan berupa lempengan tembaga. Tarian ini adalah perpaduan antara busana khas daerah Sumatera Selatan dengan  gerakan-gerakan yang gemulai. Saat mementaskan tarian ini, para penari terlihat anggun dengan pakaian adat khas daerah yang mereka kenakan. Tari ini ingin memperlihatkan masyarakat Palembang yang baik, ramah, penyayang, hormat, dan menghargai tamu yang datang ke daerahnya.
Tari Tanggai termasuk salah satu tari tradisional asli Palembang tetapi telah berkembang hingga ke seluruh penjuru Sumatera Selatan. Pada zaman dulu, tari ini adalah tari persembahan masyarakat Buddha di Palembang kepada Dewa Siwa. Para penari membawa sesaji yang berisi bermacam-macam bunga dan buah-buahan. Karena tarian ini awalnya adalah tari persembahan untuk pengantar sesaji, tarian ini dulu termasuk tarian yang sakral dan tidak boleh ditarikan sembarangan. Tanggai yang ada di Palembang memiliki banyak kesamaan dengan tarian yang ada di China. Ini disebabkan karena pada zaman dahulu di Sumatera Selatan ada sebuah kerajaan yang dibangunan oleh generasi Raja Syailendra yang memeluk agama Buddha. Secara tidak langsung, tarian Tanggai ini pun diajarkan karena tari ini berfungsi sebagai tari pemujaan dan persembahan dalam kepercayaan agama Buddha.
Tari ini diberi nama Tanggai karena para penari yang mementaskan tarian ini semuanya menggunakan tanggai yang dipasang pada delapan jarinya kecuali jari jempol. Tanggai terbuat dari kuningan atau perak yang kemudian dipasangan pada ujung jaring tangan. Jadi, sebenarnya kekuatan dan keindahan tarian ini terletak pada tanggai atau kuku palsu yang dikenakan oleh para penarinya. Pada saat hari-hari besar atau saat acara-acara lain, tarian ini selalu ditampilkan setelah tamu kehormatan datang dalam acar tersebut. Setelah tamu duduk di tempat yang disediakan, tari ini akan dipentaskan sebelum acara dimulai. 

B.   Fungsi Tari Tanggai
Pada dasarnya, tarian ini memiliki beberapa fungsi, yaitu :
1.    Sebagai Lambang/Simbol Kehormatan
Dalam tarian ini,ada seorang penari yang menjadi penari utama. Penari tersebut membawa tepak berisi sekapur sirih. Bagi masyarkaat Palembang jaman dulu, pemberian kapur sirih menjadi tanda hormat bagi tamu yang datang. Penari sekapur sirih terdiri dari dua macam yaitu penari sirih tidak jadi dan jadi.Siri jadi merupakan siri yang telah diramu sementara siri tak jadi merupakan siri yang akan diramu tamu itu sendiri.

2.    Sebagai Hiburan
Tarian ini selalu dipentaskan setiap ada acara adat baik acara resmi maupun yang tidak resmi. Bagi para penari, tarian ini menawarkan kenikmatan tersendiri. Selain biasanya dipentaskan untuk acara-acara formal, tarian ini juga telah menjadi hiburan rakyat karena rakyat bisa melihat betapa indahnya gerakan-gerakan dan kepiawaian sang penari dalam menarikan tarian ini.

3.    Sebagai Media Pendidikan
Selain menawarkan unsur hiburan, Tari Tanggai ini juga menawarkan unsur pendidikan. Jadi, dari tarian ini, orang-orang yang melihatnya akan mengetahui bagaimana keindahan kebudayaan di Palembang dan mempelajari bagaimana tarian ini. Musik pengiring tarian ini adalah musik yang menggabungkan sebuah instrumnn yang dikerjakan oleh komponis dalam menyajikan musik iringan untuk tarian ini.

C.   Musik
Musik pengiring di dalam tari tanggai merupakan sebuah musik yang menggabungkan sebuah instrumental yang digarap oleh komponis dan sekaligus di iringi oleh beberapa gendang dan satu buah gong yang berperan sebagai ritem/ritme.
Iringan instrumental di dalam tari tanggai sendiri, menggambarkan nuansa melayu dan tidak meninggalkan warna atau rasa dari musik daerah Palembang.
Adapun alat musik yang dipergunakan untuk mengiringi tari tanggai adalah :
·         Accordion
·         Biola
·         Gendang
·         Gong
Judul dari lagu pengiring tari tanggai adalah “Enam Bersaudara”, sedangkan untuk penciptanya tidak diketahui dengan jelas siapa penciptanya. Pada masa ini, di dalam penyajian musik tari tanggai, seseorang yang akan mengadakan acara melihat situasi dan kondisi tempat dari pemilik acara, sehingga nantinya lagu “Enam Bersaudara" bisa diiringi oleh organ tunggalband, atau juga dapat menggunakan alat musik tradisional khas daerah

D.   Gerakan

1.    Ragam Gerak
Tari Tanggai mempunyai wujud atau bentuk yang tersusun dari rangkaian-rangkaian gerak atau motif gerak yang telah di kembangkan dan di variasikan menjadi satu kesatuan yang utuh.[6] Sehingga membentuk sebuah struktur tari.[6]
Adapun sturktur gerakan tari adalah sebagai berikut :
·         Gerakan tari awal
·         Gerak masuk posisi sembah
·         Gerak Borobudur hormat
·         Gerak Sembah berdiri
·         Jalan keset
·         Kecubung berdiri bawa kanan
·         Kecubung bawah kiri
·         Kecubung berdiri atas kanan
·         Kecubung atas kiri
·         Ukur benang.
·         Gerak tari pokok
·         Tutur sabda
·         Sembah duduk
·         Tabur bunga duduk kanan dan kiri
·         Memohon duduk kanan
·         Kecubung duduk kanan dan kiri
·         Stupa kanan dan kiri
·         Tutur sabda
·         Borobudur
·         Ulur benang.
·         Gerakan tari akhir
·         Tolak bala berdiri kanan dan kiri
·         Nyumping berdiri kanan dan kiri
·         Mendengar berdiri kanan dan kiri
·         Tumpang tali/ulur benang berdiri kanan dan kiri
·         Sembah berdiri
·         Borobudur berdiri
·         Borobudur hormat



E.   Tujuan

·         Hiburan
Tari tanggai selalu di tampilkan setiap acara adat, baik secara resmi maupun tidak resmi.[6] Dalam hal ini bagi para penari, tari tanggai mempunyai kenikmatan tersendiri bagi mereka sendiri dan secara tidak langsung dapat menghibur diri para tamu yang datang.[6]
·         Simbol kehormatan
Salah satu penari harus ada yang menjadi primadona dan akan membawa tepak yang berisikan sekapur sirih yang merupakan sombol kehormatan.[6] Sedangkan tamu kehormatan di berikan sekapur sirih sebagai simbol bahwa masyarakat Palembang siap menerima tamu tersebut.[6] Penari tersebut membawa kapur sirih jadi dan sirih tak jadi.[6] Sirih jadi adalah sirih yang sudah di ramu, sedangkan Sirih tak jadi adalah yang akan di ramu oleh tamu itu sendiri.
·         Pendidikan
                  Tari Tanggai selain memiliki unsur hiburan, Tari tanggai juga memiliki unsur pendidikannya (pengetahuan), khususnya dalam bidang seni tari.

F.    Sejarah
     Pada zaman dahulu, tari tanggai dipersembahkan terhadap dewa siwa dengan membawa sesajian yang berisi buah dan beraneka ragam bunga, karena tari tanggai pada masa ini tari tanggai merupakan tari yang di sakralkan atau di sucikan karena fungsinya sebagai pengantar persembahan terhadap dewa-dewa dalam kepercayaan Buddha dan tidak boleh ditarikan sembarangan. Tari Tanggai yang ada di Palembang memiliki banyak kesamaan dengan tarian yang ada di China.[6] Ini disebabkan karena pada zaman dahulu di Sumatra Selatan ada sebuah kerajaan yang dibangunan oleh generasi Raja Syailendra yang memeluk agama Buddha. Secara tidak langsung, tarian Tanggai ini pun diajarkan karena tari ini berfungsi sebagai tari pemujaan dan persembahan dalam kepercayaan agama Buddha.
Pada zaman penjajahan Belanda, Pemerintah Belanda tidak memperbolehkan perempuan untuk menari, sehingga hanya laki-laki yang boleh menari dan pada kemudian hari mereka tertarik dengan tanggai, maka pada tahun 1920 mereka menggunakan tanggai dan sekapur sirih (sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau yang di jadikan satu, yang disusun dalam sebuah tepak sirih) yang berfungsi sebagai tari sambut yang dinamakan Tari Tepak atau Tari tanggai.[7]
Pada zaman penjajahan Jepang, tari ini tidak boleh ditampilkan, maka penjajah Jepang memita Sukainah Rozak selaku Putri karesidenan Palembang untuk menciptakan garakan Tari Gending Sriwijaya.[7] Sedangan syair lagu dari Tari Gending Sriwijaya diciptakan oleh Nung Cik AR, dan musik Tari Gending Sriwijaya di ciptakan oleh Dahlan Mahibat.
Pada tahun 1965 terjadi pemberontakan PKI dan pencipta syair tersebut, yakni Nung Cik AR disinyalir merupakan anggota PKI sehingga ia ditangkap dan Tari Gending Sriwijaya pada saat itu tidak boleh ditampilkan.[7] Namun, dikarenakan banyaknya Tamu Kehormatan Negara dan Pejabat Negara yang datang ke Palembang dan tidak adanya tarian yang biasa digunakan untuk menyambut tamu-tamu yang datang, maka ibu Elly Rudi dan ibu Anna Kumari mengangkat kembali dan menyusun gerakan-gerakan tarian yang sebelumnya digunakan sebagai penghormatan terhadap tamu yang datang ke Palembang, yakni Tari Tanggai.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar